Hah? Tahu-tahu udah wisuda aja Ce! Ya nggak tahu-tahu juga sih ada prosesnya. Tadinya mau buat series tulisan tentang perjalanan master’s degree ini dari awal sampai akhir namun ternyata banyak sekali kejadian, hal tak terduga, dan lain-lain akhirnya selama di Korea hanya menghasilkan 4 tulisan. Sisanya ya di tulis di Indonesia tercinta. Kali ini aku aku mau cerita tentang akhirnya wisuda:).
Ternyata kuliah di luar negeri itu tak seindah di foto-foto instagram. Seringkali yang kita lihat adalah jalan-jalannya, musimnya yang berganti-ganti, dan lain-lain. Tak jarang kita hanya melihat hasilnya bukan prosesnya. Di akhir fall semester aku merasa ada yang aneh dengan diriku. Di fall semester ini aku merasa masih beradaptasi dengan lingkungan baru namun mata kuliah yang harus aku jalani cukup berat. Ada 4 mata kuliah yaitu statistik, TVET Policy, HRD, dan Management. HRD dan Statistik berat banget sih dan menjadi beban tersendiri. Mata kuliah HRD kami harus baca jurnal dan text book setiap minggunya dan mengerjakan tugas baik tugas individu maupun tugas kelompok. Tiap pertemuan juga selalu ada diskusi, kalau nggak baca jurnal atau text book matek deh. Malu kan kalau plonga-plongo di kelas.
Statistik? Wuah jangan tanya, ini adalah mata kuliah yang paling aku takuti sejak sebelum aku berangkat. Aku tuh nggak suka matematika, nggak suka hitung-hitungan. Udah tahu kalau di tiap kuliah pasti ada statistik kok ya nekad kamu daftar Ce? Hahahaha, sekarang sih aku bisa menertawakan diriku sendiri. Lah pas jalani semester ini rasanya aku mau nangis dan bisanya haduh-haduh aja. Sebenarnya dosen statistik enak orangnya, project akhirnyapun merupakan project kelompok yang terdiri dari dua orang. Singkat cerita di fall semester ini aku udah kena mental breakdown. Selain karena 4 mata kuliah tadi kami dapat kejutan bahwa kami harus membuat capstone project sebagai syarat kelulusan padahal di silabus nggak ada. Biasanya tugas akhirnya membuat country report tapi jeng jeng, sungguh diluar nurul. Kata PIC Koreatech ini adalah pilot project untuk syarat kelulusan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Okay, baiklah!
Jelang akhir desember aku merasa tidak baik-baik saja dan memutuskan konseling ke psikolog di Indonesia via zoom namun aku merasa psikolog itu tak juga membantu. Aku curhat ke beberapa orang yang juga sedang kuliah di luar negeri ada Afi lagi S3 di Korea dan Verda yang lagi S3 di Jerman. Singkat cerita akhirnya aku minta bantuan pihak kampus agar disambungkan dengan konselor untuk konseling. Alhamdulillah, aku bertemu konselor yang tepat meski di awal-awal pertemuan sempat menyanksikannya. Konselor tuh cocok-cocokan ya guys ya. Rasain deh setelah 2 atau 4 kali pertemuan.
Aku rutin konseling selama 6 bulan selama di Korea. Selain itu karena aku mengalami beberapa gejala seperti tidak bisa tidur, anxiety, dan perubahan mood aku juga berobat ke psikiater. Hal tersebut kulakukan atas rekomendasi konselorku. Ada moment dimana aku males ngapa-ngapain, badanku berat, dan susah konsentrasi. Ada saat dimana aku ingin menyerah dan tidak mau melanjutkan sekolah lagi. Ada saat dimana aku merasa tidak mengenal diriku lagi, dan ada saat dimana rasanya aku mau mati saja. Alhamdulillah, Allah selamatkan aku. Allah pertemukan aku dengan orang-orang baik.
Tadinya sulit menerima saat aku didiagnosa aku mengalami depresi, anxienty disorder, dan sleep disorder. Sulit menerima karena setidaknya aku harus konsumsi obat selama 6 bulan. Aku merasa aku menjadi orang yang tidak normal. Stigma negatif tentang orang yang ke psikolog dan psikiater menari-nari di kepalaku dan sulit bagiku untuk berdamai dengan itu hingga akhirnya konselorku mampu membesarkan hatiku. Katanya, “Kalau badan kita sakit entah itu pusing, sakit perut, atau sakit yang lainnya biasanya kita akan mengobatinya. Begitu pula jiwa kita, saat ia sakit ia juga butuh diobati.” Kata-kata konselorku sungguh mendamaikan hatiku yang hancur saat itu. Katanya ada yang gak seimbang dengan hormon yang ada ditubuhku sehingga harus dibantu dengan obat.
Setelah rutin mengonsumsi obat dan konseling aku merasa lebih baik. Aku mulai bisa tidur lagi, rasa resah dan gelisah yang kurasakan berulang berkurang. Aku yang tadinya nggak punya gairah hidup mulai begairah lagi. Sebenarnya depresiku ini adalah akumulasi dari masalah-masalah yang selama ini belum selesai baik itu tentang duka cita, relationship, pekerjaan dan lain-lain. Qadarullah triggernya kok ya pas kuliah di Korea. Sekarang aku bersyukur karena aku ditangani dengan baik di Korea. Aku bertemu konselor dan psikiater yang bisa menjawab masalahku. Saat aku ke psikiater di Korea, beliau tidak hanya menanyakan gejala-gejala yang kurasakan namun juga melakukan tindakan pengukuran untuk mengetahui tingkat depresiku. Aku diminta berbaring kemudian dipasang gelang elektromagnetik di pergelangan kakiku. Dari situ akan terbaca seberapa parah tingat depresiku.
Konselorku juga menyarankanku untuk jurnaling dan memintaku aktif bergerak seperti jalan kaki setiap harinya meski hanya 10 menit per hari. Sungguh berat sekali awalnya membangung kebiasan jalan kaki 10 menit per hari. Saat itu badanku rasanya benar-benar berat dan mudah lelah. Maunya di kasur aja rebahan dan nggak mau ngerjain apapun. Akhirnya aku berhasil memaksa diriku untuk jalan kaki setiap hari. Biasanya aku melakukannya di pagi atau sore hari. Dari situ aku banyak dapat manfaat diantaranya merasakan udara yang segar, hangat cahaya matahari, dan perubahan mood yang lebih baik. Aku juga mulai suka jurnaling. Dari sini aku sadar ternyata salah satu love languageku adalah word of affirmation. Setiap kali sesi konseling, konselorku biasanya mengajakku bermeditasi terlebih dahulu. Selain itu beliau juga sering mengajariku untuk memberikan afirmasi positif pada diriku sendiri seperti, “You did a great job!, everything will be fine,” dan lain-lain. Konselorku mengajariku untuk mengapresiasi diriku sendiri yang mungkin selama ini jarang aku lakukan. Ternyata it works for me:)
Alhamdulillah saat-saat yang ditunggupun datang. Aku wisuda! Aku berhasil melalui ujian-ujian dalam hidup selama di Korea dengan baik. Aku berhasil menyelesaikan tugas-demi tugas dengan baik di sela-sela aku masih berobat ke psikiater dan juga konseling ke konselor. Alhamdulillah, gairah hidupku mulai bangkit lagi. Aku seperti terlahir kembali dan menemukan diriku yang baru. Diriku yang siap berkembang dan menjadi the best version of myself. Terima kasih Doc. Angela dan juga Dokter Park yang sudah membantu healing journeyku. Terharu rasanya dan seperti mimpi aku bisa melewati semua ini.
Btw, selama di Korea beratku jadi turun hahahaha. Saat berangkat berat badanku sekitar 50kg. Saat kembali ke Indonesia berat badanku 41kg membuatku terlihat kurus dan tirus. Alhamdulillah, saat menuliskan tulisan ini beratku sudah di angka 49 kg. Makanan Indonesia memang nggak ada gantinya. Salah satu challenge di Korea adalah makanan. Aku nggak bisa makan sembarangan karena status kehalalannya. Selain itu selera makanku Indonesia banget jadi aku harus rajin masak. Memasak juga jadi lebih hemat karena beasiswa kami pas-pasan. Oiya, aku dapat beasiswa dari pemerintah Korea ya! Makanya aku merasa berhutang budi dengan pemerintah Korea. Selama di Korea banyak global buddies yang membantuku. Global buddies adalah mahasiswa-mahasiswa Korea yang bertugas menjadi pendamping kami selama kuliah di sana. Aku bersyukur mereka sangat helpful, ada Woochan (Eddie), Tom, Jiyoon, Eunji, Youngjin, dan Nate.
Pernah suatu malam saat aku sedang di masa-masa berat, Eunji mengajakku jalan-jalan. Aku malas banget sebenarnya namun Eunji terus memaksaku sampai aku nggak enak. Akhirnya kami jalan-jalan bertiga, aku, Eunji, dan Eddie. Kami tidak sengaja bertemu Eddie di depan asrama, akhirnya Eddie bergabung. Selain moment terendah ada banyak juga kenangan indah di Korea. Termasuk kenangan aku naksir seseorang hahahaha. Jujur, aku takut membuka hatiku karena aku pernah mengalami kegagalan di hubungan sebelumnya dan itu menyisakan sakit yang mendalam. Ya, ada yang membuatku jatuh cinta dan kupu-kupu bermekaran di ruang hatiku. Tapi cukup sampai di sini saja ceritanya karena tidak bisa dilanjuitkan hahahaha:D #heartbreak
Oiya, sepulang dari Korea psikiaterku masih membekali dengan satu set obat yang harus kukonsumsi di malam hari. Obat tersebut habis sekitar 2 minggu setibanya aku di tanah air. Selanjutnya aku sempat berkonsultasi dengan psikiater di salah satu rumah sakit di Jogja. Aku sampaikan semua medical recordku dari Korea dan alhamdulillah beliau hanya meresepkanku satu obat untuk dua minggu yang harus kuminum malam hari saat aku merasa butuh. Obatnya hanya dikonsumsi 1 butir setiap malamnya. Surprisingly, sebelum obat itu habis aku merasa baik-baik saja dan bisa tidur tanpa obat. Jadi obat itu gak habis guys dan alhamdulillah aku udah merasa sehat jiwa, raga, mental, emosional, dan spiritual. Alhamdulillah, alhamdulillah.
Kalau kalian merasa ada yang tidak baik-baik saja dengan diri kalian jangan takut ke profesional ya baik itu ke psikolog atau psikiater. Sampai jumpa di petualangan berikutnya!
Komentar
Posting Komentar